Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘pembinaan pemain muda’

Setelah sekian lama kering dari artikel kiriman, Indonesian Football Diary dengan senang hati memuat tulisan dari Sirajudin Hasbi soal kompetisi sepakbola amatir di level daerah yang sebetulnya memiliki potensi peran baik dalam pembinaan pemain.

Ketika Liga top Eropa berhenti sejenak memutar roda kompetisi untuk memberikan rehat bagi para pemain profesional, sepakbola sejatinya tak pernah benar – benar berhenti. Saat kompetisi yang diikuti oleh klub – klub sepakbola profesional istirahat, negara menggantikan peran mereka di waktu senggang untuk mengikuti kejuaraan internasional. Tahun ini setidaknya ada lima perhelatan besar di rentang bulan Juni – Juli. Copa America kejuaraan untuk negara – negara di Amerika Latin, Piala Dunia Wanita yang berlangsung di Jerman, Gold Cup sebagai kompetisi tertinggi di kawasan Amerika Utara, Tengah, dan Karibia yang diselenggarakan di Amerika Seikat, Piala Eropa U – 21 yang dihelat di Denmark, serta Piala Dunia U – 17 di Meksiko.

Kejuaraan tersebut memang sudah diatur sedemikian rupa hingga tak saling mengganggu kepentingan klub dan pemain. Kompetisi semacam ini juga memanjakan para pecinta sepakbola di seluruh dunia. Mereka yang sudah kadung jatuh cinta tak perlu cemas kehilangan tontonan sepakbola kelas dunia karena masih banyak kejuaraan sepakbola di dunia. Setali tiga uang dengan sepakbola dunia, dalam lingkungan domestik pun kita masih memutar roda kompetisi saat liga nasional telah usai.

Ya, di tingkat daerah kejuaraan sepakbola justru sedang hidup. Jangan dibayangkan akan kemegahan kompetisi ini. Jangan pula beranggapan bahwa ini merupakan liga profesional. Liga amatir yang di gelar di tingkat kabupaten / kota ini “hanya” kejuaraan kecil yang tak melibatkan banyak uang maupun pemain hebat. Ketimbang menghabiskan dana APBD seperti klub – klub “profesional”, setiap klub yang ambil bagian di kejuaraan daerah menopang pembiayaan secara swadaya dengan mengharap dana bantuan dari donatur orang kaya daerah, syukur – syukur dapat sponsor. Di sini saya hendak sedikit cerita soal liga amatir yang berlangsung di wilayah Kabupaten Semarang.

Kebetulan saya sendiri pernah ambil bagian dalam kejuaraan seperti ini tahun lalu. Kompetisi tersebut bertajuk “Liga Divisi I / II PSSI Kabupaten Semarang”. Tahun ini sebenarnya saya turut ambil bagian, tapi karena kesibukan belajar dan bekerja hanya sempat untuk ikut bertanding di pertandingan terakhir. Ya, pemain yang ikut kompetisi ini memang mayoritas memiliki pekerjaan lain dan menjadikan sepakbola sebagai pekerjaan kedua. Sulit untuk mengharapkan hasil secara materi dari kompetisi kelas amatir seperti ini. Bisa mengikuti sebuah kejuaraan resmi seperti ini saja sudah sangat membanggakan sekaligus memberikan kepuasan yang sangat bagi kami yang memang sudah terlanjur mencintai sepakbola.

Liga Divisi I/II PSSI Kabupaten Semarang ini bergulir sejak awal Juni lalu ketika liga nasional, seperti liga Super Indonesia maupun divisi utama sudah berakhir menjalankan roda kompetisinya. Waktu jeda kompetisi seperti ini yang dimanfaatkan dengan pertimbangan pengurus cabang PSSI maupun perangkat pertandingan seperti wasit dan inspektur pertandingan sedang tak memiliki agenda lain sehingga bisa fokus mengelola berjalannya liga internal semacam ini. Kejuaraan ini terbagi menjadi dua divisi, yaitu divisi satu dan dua. Untuk menghemat biaya masing – masing klub maka dipergunakan sistem setengah kompetisi di setiap divisinya dan dibagi ke dalam beberapa grup. Juara grup dan runner – up akan melaju ke babak berikutnya untuk saling berkompetisi memperebutkan gelar juara. Untuk empat tim terbaik dari divisi dua akan diganjar hadiah lolos ke divisi satu.

Kegiatan ini pendanaannya bersumber dari kas / anggaran PSSI Kabupaten Semarang dan dana sponsor. Masing – masing peserta juga dipungut biaya keikutsertaan. Uang tersebut dipergunakan untuk membiayai pelaksanaan pertandingan dan uang hadiah. Sedangkan pembiayaan dari klub seperti yang sudah disebutkan sebelumnya dana berasal dari swadaya. Selain itu juga ada dana dari sponsor, meski sangat jarang didapat. Jikapun dapat dana dari sponsor biasanya dalam bentuk pemberiaan kostum tim ataupun peralatan sepakbola lainnya. Tetapi sejauh ini lebih banyak uang yang masuk berupa donatur, karena kebanyakan enggan mencantumkan nama di media sponsor kami. Para donatur ini selalu bilang “ini sifatnya hanya bantuan saja untuk kegiatan positif seperti sepakbola”.

Ya, sejauh ini tak masalah, kami memang amatir tetapi kami selalu berusaha untuk profesional dengan mengakomodasi setiap keinginan sponsor, jadi ya ketika ada pihak yang bersedia menjadi sponsor kami siap membicarakan dengan mereka. Kami berusaha bertanggung jawab dan konsekuen dalam menjalin kerjasama. Kami pun siap meberikan kontraprestasi denang pihak sponsor. Misalnya, jika anda memberikan sumbangan berupa kostum tim maka nama perusahaannya / pihak sponsor berhak ditulis kostum tersebut dan lain sebagainya.

Kegiatan seperti ini sangat bagus dan bermanfaat bagi persepakbolaan tanah air. Kompetisi yang bergulir akan mampu menempa calon pemain yang bisa digunakan oleh klub profesional atau daerah yang cakupannya lebih besar. Perlu diketahui masing – masing tim yang ikut serta dalam kejuaraan ini diwajibkan memainkan setidaknya empat pemain berusia 21 tahun (tahun lalu saya menjadi pemain dengan kategori ini) dengan harapan akan memunculkan bakat – bakat daerah dan bisa dipergunakan sebagai pemain Persikas (Persatuan Sepakbola Kabupaten Semarang) yang mengikuti kompetisi di tingkat nasional. Sejauh ini langkah seperti itu cukup berhasil karena Persikas sendiri berkomitmen untuk memajukan sepakbola daerah, salah satunya dengan membuka kesempatan seluas – luasnya untuk para pemain putra daerah.

Disamping cerita itu, di sini saya juga ingin sharing hal – hal lain seputar sepakbola namun tidak soal teknis kejuaraan atau permainan sepakbola. Yang bagi saya masih menjadi kendala atau masalah adalah masih masuknya oknum pejabat publik di ranah sepakbola. PSSI cabang Kabupaten Semarang ini kini dipimpin oleh bapak Warnadi, beliau merupakan seorang wakil bupati Kabupaten Semarang. Bagi anda mungkin terdengar biasa dan lumrah di persepakbolaan nasional tetapi sebenarnya hal seperti tak bisa dibenarkan. Keterlibatan pejabat publik secara langsung akan membuat organisasi sepakbola terkesan sangat politis dan bisa memunculkan permasalahan di masa mendatang, seperti pendanaan yang bisa sewaktu – waktu tersendat karena hanya mengandalkan figur pejabat publik, kepengurusan tidak efektif karena adanya rangkap jabatan yang tidak memungkinkan fokus mengurusi sepakbola, dan berbagai permasalahan lainnya.

Mungkin hal seperti ini bisa diperhatikan oleh kepengurusan PSSI yang baru sehingga bisa dirumuskan solusi yang tepat karena saya yakin tak hanya di Kabupaten Semarang, di banyak daerah PSSI cabang juga dipolitisasi seperti ini.

Persoalan yang kedua lebih unik. Saya katakan unik karena ini menyangkut soal budaya masyarakat kita yang masih sangat amat mempercayai hal – hal yang berbau mistis atau klenik. Konon ada banyak tim yang mempergunakan jasa “orang pintar” untuk membantu tim mereka di kejuaraan daerah ini. Saya pernah sekali menonton pertandingan yang konon kabarnya salah satu tim ada yang mempergunakan cara seperti ini. Biasanya “orang pintar” ini adalah seorang sesepuh yang turut serta menjadi official tim atau berada di bangku penonton tepat di belakang tim yang dibantunya.

Ketika itu saya menyaksikan pertandingan Tempoe Doeloe FC vs Sumowono Putra. Nah, tim yang disebut kedua itulah yang katanya mempergunakan jasa klenik. Saya yang tak percaya kemudian diyakinkan seorang rekan yang menunjuk seorang kakek yang duduk tak jauh dari kami dan berada tepat di belakang bench tim yang dibantunya. Teman saya lalu berujar “perhatikan saja nanti kalau Tempoe Doeloe dapat peluang emas yang harusnya gol pasti akan kena tiang atau melenceng”. Saya tak terlalu percaya, tapi ya tetap mengiyakan perkataan teman saya karena dia memang mengikuti kejuaraan ini sedari awal.

Ini dia pemain ke-12 yang bertugas mengamankan gawang secara metafisik

Rasa ketidakpercayaan saya akhirnya dibayar tuntas di babak pertama, Tempoe Doeloe yang strikernya dua kali mendapat kesempatan emas dengan tinggal berhadapan dengan kiper gagal mencetak gol, dua – duanya terkena tiang gawang ! Entah benar karena si dukun atau tidak yang jelas apa yang dikatakan teman saya sungguh benar terjadi J. Dan denger – denger juga masih banyak cerita mistis semacam ini,

Di era globalisasi yang teknologi sudah berkembang sedemikian pesat masyarakat kita masih percaya hal semacam itu. Memang sih sudah menjadi budaya, jadi sulit menghilangkan. Tetapi bukankah kita harus terbuka untuk menerima masukan baru yang lebih baik ? Daripada mengandalkan jasa klenik lebih baik pembinaan pemain ditingkatkan dan pelatihan untuk pelatih diperbanyak. AC Milan punya Milan Lab yang bisa membuat pemain bermain hingga usia uzur atau Barcelona dengan La Masia kini sudah menjelama menjadi tim terkuat dunia. So, sebaiknya kita tinggalkan cara seperti ini.

Kalaupun benar jasa dukun dengan segala perklenikannya benar bisa membantu tim sepakbola menang, mengapa timnas kita tak pernah ke Piala Dunia ? Atau setidaknya bisa menang di Piala AFF lha, karena sekalipun kita belum pernah. Ya, semoga semuanya tersadarkan dan tak menggunakan cara – cara seperti ini lagi.

Beginilah sedikit cerita tentang sepakbola Indonesia yang tak pernah berhenti berdenyut. Cerita dari Kabupaten Semarang ini hanya sedikit cerita dari beragamnya kehidupan sepakbola nasional. Banyak hal yang terjadi di sini yang mungkin pula terjadi di daerah lain. Mari kita berbagi cerita tentang sepakbola Indonesia. Akhir kata, saya berharap acara – acara sepakbola seperti ini bisa memberikan nilai positif bagi perkembangan sepakbola tanah air.

*) Sirajudin Hasbi adalah penulis e-book Demokrasi Sepakbola yang bisa diunduh di sini

Spanduk tahun lalu masih terpasang (sekarang udah 2011 pak!)

 

Read Full Post »